Regulasi ketat Liga Super menimbulkan masalah.Klub yang terpaksa mengungsi karena stadionnya tidak layak,menjerit akibat pengeluaran membengkak.
Di balik glamor Liga Super yang baru memasuki pekan pertama,tersembul kenyataan dilematis. Kebijakan home ground hanya menolong mereka mendapatkan lisensi klub profesional dan memastikan satu tiket Liga Super. Namun, itu belum membantu menyelesaikan permasalahan klub yang masih terbelit dana lantaran APBD belum cair.
Imbasnya, klub yang seharusnya menekan cost justru mengalami kebocoran dana akibat harus membayar sewa stadion lain sekaligus memenuhi akomodasi pemain. Ketua Harian Persitara Jakarta Utara Hari Ruswanto mengaku biaya operasional pertandingan home klubnya membengkak sampai 150% dari anggaran normal Rp70 juta.
Penyebabnya, klub berjuluk Laskar Si Pitung ini harus memindah laga kandang dari Stadion Lebak Bulus ke Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung. ”Biaya semakin berlipat. Bertambahnya biaya itu untuk membayar stadion beserta panpelnya serta akomodasi pemain.
Wah, kondisi ini sangat memberatkan. Kami juga tidak bisa mengoptimalkan pendapatan dari tiket. Kami sudah datang ke sini H-3.Artinya, kami harus menanggung penginapan dan makan pemain plus transportasi. Stok pendanaan kami sudah empotempotan,” ujar Hari kepada SINDO kemarin.
Biaya tinggi juga harus ditanggung PSMS Medan yang menggunakan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) sebagai home ground.Problem mereka mirip Persitara. Mereka harusmerogohkantongsebesar Rp250 juta per pertandingan.
Dana itu digunakan buat membayar sewa stadion dan akomodasi pemain.Biaya mereka semakin membengkak lantaran memilih bertahan di Jakarta. ”Biaya operasional meningkat tajam dibandingkan tetap bermain di Medan.,” papar Direktur Utama PT Togos Gopas selaku pengelola PSMS Sihar Sitorus. (Sindo)
tirulah AREMA yang benar2 bukan team PLAT MERAH