Roda berputar. Itulah barangkali yang menggambarkan kondisi keuangan klub mantan perserikatan dan eks Galatama. Ketika klub-klub mantan perserikatan (milik pemkot/pemkab) bergelimang dana karena dapat kucuran dari APBD, klub-klub eks Galatama (Liga Sepak Bola Utama) menggunakan dana secukupnya. Mereka tak bisa membeli pemain asing atau lokal dengan harga yang mahal.
Namun, dengan keluarnya Permendagri No 59 tahun 2007 tentang Larangan Penggunaan Dana APBD untuk Sepak Bola, kondisi keuangan berbalik. Bukan karena dana eks Galatama bertambah, melainkan mereka tidak pusing soal dana karena sudah terprogram sejak awal. Sebaliknya, klub milik pemkot/pemkab harus menjerit karena selama ini terbiasa menyusu kepada APBD.
Klub eks Galatama Arema, misalnya, tidak ikut kelimpungan dana karena sudah disokong oleh PT Bentoel sebagai "bapak angkat". Semua yang berurusan dengan pendanaan murni ditanggung oleh perusahaan rokok tersebut.
"Mereka (Bentoel) kan sekaligus pemilik klub ini. Jadi, semua dana untuk operasional klub ini berasal dari mereka," kata M. Taufan, asisten manajer Arema. "Tahun ini kami mendapatkan dana 15-20 miliar," sebutnya.
Nah, lancarnya dana dari Bentoel membuat Arema tanpa kesulitan membayar gaji para pemainnya. Selama ini, gaji dan bonus untuk para pemain selalu dibayarkan tepat waktu.
"Gaji selalu kami bayarkan tanggal 25. Sedangkan bonus selalu kami berikan di ruang ganti setelah pertandingan selesai. Para pemain kami beri uang cash. Mereka yang membagi bonus tersebut," jelas mantan wartawan itu.
Menurut dia, sudah waktunya klub-klub di Indonesia belajar arti profesional. Salah satunya adalah pendanaan. Klub dituntut lebih cerdik untuk merangkul pihak-pihak yang bisa diandalkan sebagai sumber penghidupan.
"Kami tidak akan mungkin terus-menerus meminta dana dari APBD. Sudah saatnya tim menjadi lebih cerdas. Bukan profesional namanya kalau terus-menerus meminta dana dari pemerintah," tandasnya.
Menurut dia, keluarnya Permendagri tersebut tak ubahnya sebuah peruntungan bagi tim eks Galatama.
"Gampangnya begini. Dengan gaji yang selalu tepat waktu, para pemain tentu bisa lebih fokus dalam bermain. Itu sisi keuntungan kami sebagai tim yang tidak mengandalkan dana dari APBD," ucapnya.
Hal yang sama berlaku bagi tim eks Galatama lainnya, Semen Padang. Tim berjuluk Kerbau Merah itu juga terlihat adem ayem dengan diberlakukannya aturan tersebut.
"Di sini semua hal yang berkaitan dengan dana benar-benar dihitung dengan cermat. Dana yang keluar sekecil apa pun pasti ada laporannya," ujar Joko Susilo, pelatih Semen Padang. (JP)