Gebrakan baru dilakukan Badan Liga Sepak Bola Indonesia (BLI) musim ini. Untuk kali pertama, kompetisi sepak bola di negeri ini, utamanya Indonesia Super League (ISL) 2008/2009, dijalankan pada bulan Ramadan.
---
PADA 6 September 2008, sejarah baru tercipta di pentas sepak bola Indonesia. Untuk kali pertama, kompetisi sepak bola nasional digulirkan pada bulan Ramadan. Laga Persik Kediri lawan PSM Makassar di Stadion Brawijaya, Kediri, menjadi pembuka.
Awalnya, banyak pihak yang tidak yakin dengan gebrakan BLI tersebut. Banyak yang meragukan kualitas pertandingannya. Tidak sedikit pula yang pesimistis dengan antusiasme penonton.
Tapi, prediksi tersebut langsung terbantahkan di hari pertama pertandingan saat Ramadan. Duel Persik kontra PSM berjalan menarik. Bahkan, tuan rumah nyaris dipermalukan tim tamu.
Penonton yang hadir di Stadion Brawijaya pun tidak bisa dibilang sedikit. Dari data BLI, tercatat ada enam ribu penonton. Di lapangan jumlahnya jelas berbeda. Sebab, waktu itu nyaris seluruh tribun Brawijaya terisi. Kapasitas stadion kebanggaan publik Kota Tahu itu sendiri berkisar 15.000 penonton.
Secara keseluruhan, pertandingan pada Ramadan berlangsung seru. Dari 37 laga selama Ramadan, lahir 94 gol. Artinya, di setiap pertandingan rata-rata 2,5 gol diciptakan.
Di Ramadan pula tercatat rekor kemenangan terbesar di ISL 2008/2009. Rekor itu dibukukan Persija Jakarta saat menekuk PSIS lima gol tanpa balas pada 7 September lalu. Kemenangan Persija itu melampaui catatan Persijap Jepara ketika melumat Persiba Balikpapan 5-1 pada 9 Agustus lalu.
"Berat memang menjalani kompetisi pada Ramadan. Tapi, justru pertandingannya sangat menantang. Saya rasa bukan sesuatu yang salah jika langkah ini dilanjutkan," ujar pelatih PSM Raja Isa yang berasal dari Malaysia.
Jumlah gol bukan satu-satunya alasan bahwa pertandingan di bulan Ramadan tetap menarik. Fakta kemenangan yang direngkuh tuan rumah juga menjadi alasan lain.
Dari 37 pertandingan, ternyata tuan rumah tak selalu mendominasi. Tuan rumah hanya mampu menguasai 18 pertandingan. Sepuluh pertandingan justru menjadi milik tim tamu. Sedangkan sembilan laga berakhir seri.
Uniknya, mereka yang rontok di kandang adalah tim-tim besar, seperti Arema Malang, Persija, dan PSM. Arema ditekuk PKT Bontang 1-2 pada 13 September. Persija dibekuk Persik 1-3 (26/9). Skor kekalahan yang sama juga diderita PSM ketika menjamu Persela Lamongan (15/9).
"Pertandingan di Ramadan menyadarkan kami bahwa tidak ada tim yang superior. Kekalahan dari Persik mengingatkan kami bahwa masih banyak hal yang harus kami evaluasi," sebut Danurwindo, pelatih Persija.
Yang tak kalah menarik adalah jumlah penonton yang hadir di stadion selama Ramadan. BLI mencatat ada 363.816 penonton. Jika dirata-rata, setiap pertandingan dihadiri sekitar 9.832 penonton. Jumlah itu tidak kecil. Sebab, rata-rata stadion di Indonesia berkapasitas 15 ribu. Jadi, jumlah tersebut sama dengan separo lebih kapasitas stadion.
Sayang, meski menarik, banyak catatan yang menyertai gelaran ISL selama Ramadan. Di antaranya adalah kerusuhan di Malang dan Makassar. Ketika Arema dikalahkan PKT, ofisial dan pemain Singo Edan (julukan Arema) melampiaskan kekesalan dengan bertindak anarkis kepada wasit. Aksi tersebut membuat emosi ribuan pendukung Arema tersulut hingga mereka turun ke lapangan.
Keributan itu pun berbuntut dengan diskorsnya tiga anggota Arema. Sang manajer Ekoyono dilarang aktif di sepak bola nasional selama enam bulan. Kiper muda Kurnia Meiga Hermansyah diskors 12 bulan. Sedangkan striker Emille Mbamba dihukum lima tahun.
Kerusuhan lebih parah meletus di Makassar. Tak terima timnya kalah dari Persela, ribuan suporter PSM masuk ke lapangan. Mereka merusak beberapa fasilitas stadion, seperti pagar pembatas, tembok stadion, gawang, maupun papan iklan.
Pertandingan ISL di bulan Ramadan juga memakan korban. Itu menyusul meninggalnya suporter Persitara Jakarta Utara Dian Rusdiana setelah mendukung tim kesayangannya melawan Pelita Jaya Jawa Barat di Stadion Lebak Bulus, Jakarta. Dian meninggal setelah diserang oknum suporter Jakmania (pendukung Persija) dalam perjalanan pulang.
"Cukup disayangkan memang kejadian tersebut. Tapi, kami tidak bisa mengevaluasi hal tersebut lebih dalam. Sebab, itu sudah melibatkan aspek sosial yang lebih luas," tutur Joko Driyono, direktur kompetisi BLI.
Menurut Joko, terlepas dari itu semua, yang terpenting bagi BLI adalah pertandingan tetap berjalan menarik dan diminati publik. "Parameternya tentu saja banyaknya orang yang terlibat di dalamnya. Kami sudah cukup senang dengan hal tersebut," ucap Joko. (JP)