Sanksi skors lima tahun terhadap Emile Bertrand Mbamba secara tak langsung merupakan bentuk "pengusiran" pemain asal Kamerun tersebut dari persepakbolaan Indonesia. Namun, bukan berarti Mbamba begitu saja menerima sanksi yang ditetapkan Komisi Disiplin (Komdis) PSSI pada Rabu (24/9) itu.
Francis Yonga -sahabat sekaligus perantara Mbamba- mengatakan sudah berkomunikasi dengan Mbamba. Dari komunikasi itu, Mbamba bereaksi masih ingin bermain di Indonesia. "Dia masih senang di Indonesia," kata Yonga melalui teleponnya kemarin (25/9).
Menurut Yonga, salah satu keinginan Mbamba adalah manajemen Arema segera melakukan banding. Namun, dia tak bisa memaksakan kehendaknya karena semua itu bergantung pada kebijakan Arema.
Selain itu, mantan pemain Victoria Settuball -tim Divisi Utama Portugal- tersebut meminta manajemen Arema menjelaskan semua persoalannya secara gamblang. Dengan begitu, Badan Liga Sepak Bola Indonesia (BLI) atau komdis bisa memahami apa yang telah dilakukannya saat menghadapi PKT Bontang di Stadion Kanjuruhan 13 September lalu. "Mbamba juga sudah meminta maaf kepada BLI dan PSSI. Dia berjanji tak akan mengulangi perbuatannya. Ini merupakan iktikad baik Mbamba," sambung pria yang juga pernah memperkuat skuad Arema tersebut.
Nah, untuk menjembatani keinginan Mbamba, Yonga sebagai perantara akan berbicara dengan manajemen Arema. Dia berharap segera mendapatkan kepastian mengenai sikap manajemen Singo Edan terkait sanksi teman dekatnya itu. Jika memang Arema tak menghendaki Mbamba, temannya itu akan meneruskan karirnya di klub luar negeri.
Yonga menyatakan, sanksi yang ditetapkan BLI terhadap Mbamba tersebut sangat berat. Selain diganjar skors 5 tahun, pemain kelahiran 1981 itu didenda Rp 50 juta.
Sementara itu, manajemen Arema masih belum bisa menyatakan sikapnya. Manajer Arema Muhammad Taufan mengatakan, untuk sementara manajemen masih menunggu surat resmi dari komdis. Setelah SK (surat keputusan) sudah diterima, baru manajemen menentukan langkah yang dianggapnya tepat.
Sementara itu Arema bisa jadi merevisi target masuk empat besar pada akhir putaran pertama. Salah satu alasan bagi Singo Edan untuk merevisi target adalah banyaknya sanksi yang harus diterima akibat kerusuhan pasca-pertandingan Arema versus PKT Bontang 13 September lalu di Stadion Kanjuruhan.
Pelatih Arema Gusnul Yakin mengatakan, banyaknya sanksi yang diterima Arema secara otomatis memengaruhi penampilan timnya. "Jelas ada pengaruhnya bagi tim," tegas dia.
Namun, mantan pelatih Persibo Bojonegoro ini membantah dirinya pernah dibebani target empat besar pada putaran pertama. Kendati tak ada target dari Yayasan Arema, Gusnul tetap berusaha maksimal agar posisi Arema bertahan di papan atas Indonesia Super League (ISL). "Saya harus tahu diri. Saya ditunjuk menjadi pelatih Arema agar Arema bisa berprestasi. Karena itu, saya akan berusaha maksimal," ucapnya.
Hanya, Gusnul menyadari, menggapai impiannya tersebut bukanlah hal yang mudah. Itu karena dua pemain, Emile Bertrand Mbamba dan Kurnia Meiga Hermansyah, besar kemungkinan tak bisa memperkuat Arema hingga akhir putaran pertama akibat sanksi Komdis PSSI.(JP)