Kesulitan Keuangan, Liga Super Terancam Bubar
Kompetisi sepak bola Liga Super Indonesia dan divisi utama musim 2008/2009 yang belum lama diputar, terancam bubar di tengah jalan, menyusul kesulitan keuangan yang dihadapi sebagian besar klub kontestan kompetisi tersebut.
Sinyal negatif itu diungkapkan Ketua Pengprov PSSI Jatim, Haruna Soemitro kepada wartawan di Surabaya, Rabu, terkait munculnya masalah pendanaan yang dialami klub-klub LSI dan divisi utama di Jatim.
"Kompetisi musim 2008/2009 sangat berat. Mau terus dilanjutkan sulit, dihentikan juga sulit," katanya.
Haruna mencontohkan sebagian besar klub asal Jatim, terutama yang masih mengandalkan pendanaan dari APBD, sudah kelimpungan dan kesulitan menyelesaikan pembayaran gaji pemain.
Bahkan, ada beberapa klub yang menunggak pembayaran gaji pemain hingga tiga bulan dan juga terlilit utang dengan pihak ketiga.
Sejumlah klub LSI dan divisi utama di Jatim yang menghadapi masalah keuangan di antaranya Persik Kediri, Deltras Sidoarjo, Persibo Bojonegoro, Gresik United, Persekabpas Pasuruan, dan Persema Malang.
Kabarnya, Persik Kediri sudah mengirimkan surat kepada BLI mengenai masalah kesulitan dana yang dihadapi tersebut.
"Sebenarnya dana yang dialokasikan dari APBD sudah ada, tapi mereka rata-rata tidak berani mencairkan karena khawatir tersangkut kasus hukum," jelas Haruna.
"Sebagai ketua PSSI Jatim, saya sering dimintai konsultasi oleh klub-klub. Keluhannya sama, masalah kesulitan dana dan kondisinya bisa dibilang sudah kronis," tambahnya.
Ia mengatakan masalah yang dihadapi klub-klub di Jatim, juga menimpa hampir sebagian besar klub peserta LSI dan divisi utama musim ini.
"Otoritas sepak bola nasional, apakah PSSI atau BLI (Badan Liga Indonesia) harus segera mengambil langkah untuk menyelamatkan kompetisi yang sudah berjalan," ujarnya.
Usulkan Opsi
Pengprov PSSI Jatim mengusulkan tiga opsi untuk mengatasi masalah tersebut, yakni kebijakan devaluasi atau penurunan harga pemain secara besar-besaran, karena selama ini kontrak dan gaji pemain menjadi beban berat klub.
"Devaluasi harga pemain mungkin bisa sampai 200%. Kalau itu bisa dilakukan, saya yakin klub masih bisa `survive` karena tidak terlalu berat menanggung gaji pemain. Inti persoalannya adalah efisiensi keuangan," ujar Haruna Soemitro.
Opsi kedua adalah adendum manual liga, terutama menyangkut soal transfer dan perpindahan pemain agar bisa dipercepat dan tidak perlu menunggu putaran kedua, untuk membuka kesempatan bagi klub mendapatkan dana segar.
Sedang opsi terakhir adalah meminta BLI untuk mengaudit keuangan klub, guna memetakan klub yang mampu dan tidak mampu.
"Selanjutnya BLI bersedia memberikan pinjaman lunak kepada klub yang sedang dililit utang dengan masa pelunasan yang fleksibel. Kalau ketiga opsi itu tidak bisa segera diputuskan, kompetisi kita tinggal menunggu waktu," kata Haruna.
Pada kesempatan itu, Haruna Soemitro menambahkan bahwa PSSI Jatim berencana menggelar lokakarya dan seminar tentang pembiayaan sepak bola Indonesia di Surabaya pada 9 September mendatang.
Kegiatan itu rencananya akan menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan, di antaranya Depdagri, PSSI, BLI, pengelola klub hingga praktisi bola di tanah air.
"Dari lokakarya dan seminar itu, diharapkan muncul solusi terbaik untuk memecahkan masalah yang kini dihadapi klub-klub sepak bola di Indonesia," jelasnya. (KapanLagi)