Jakarta - Erwin Ronaldo hingga kini masih buron. Guru SDN Desa Sipan, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah tersebut menghilang setelah orang tua muridnya melaporkannya ke polisi. Erwin dituduh telah melakukan pencabulan terhadap dua muridnya.
Erwin ini memang guru yang sungguh tidak patut ditiru. Ia memaksa Bunga dan Mawar (keduanya nama samaran), muridnya yang masih duduk di kelas V melakukan oral seks. Bocah belia ini dipaksa memegang alat kelamin sang guru, lalu selanjutnya melakukan oral seks untuk guru cabul ini. Keterlaluannya lagi, aksi bejat itu dilakukan di hadapan teman-teman sekelasnya.
Dari pengakuan Bunga dan Mawar, Erwin telah lima kali memaksakan tindakan tak senonoh itu pada November 2008. Aksi cabul itu dilakukan saat jam sekolah. Para korban dan teman sekelasnya tidak berani melaporkan kejadian tersebut lantaran takut dengan
ancaman sang guru.
Namun kasus ini akhirnya terkuak ketika salah seorang murid
keceplosan dan menceritakan kejadian tersebut kepada orang tuanya. Dan tersiarlah kisah pelecehan tersebut ke telinga orang tua korban.
Dengan berbekal pengakuan tersebut, orang tua korban langsung melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Pandan dan Polres Tapanuli Tengah. Menurut Kapolsek Pandan AKP Kamdani, korban tidak hanya disuruh oral seks semata tapi juga dicabuli.
Pernyataan Kamdani tersebut berdasarkan hasil visum terhadap korban
yang menemukan tanda-tanda kerusakan pada kemaluan korban. "Hasil visum terhadap dua siswi tersebut kemaluannya rusak," jelas Kamdani.
Erwin kemungkinan besar akan dikenai pasal 80, tentang kekerasan dengan hukuman 3 tahun. Selain itu pelaku juga bisa dikenai Pasal 82 dengan maksimal hukuman 15 tahun dengan denda maksimal Rp 300 juta.
Kepala Tata Usaha Dinas Pendidikan Tapanuli Tengah Limbong mengatakan, Diknas sudah mengirimkan surat pemanggilan Erwin ke pihak sekolah. Pemanggilan itu dilakukan dari cabang dinas. Jika masih belum datang dan ketemu juga, maka pemanggilan akan dinaikkan ke tingkat kabupaten."Suratnya sudah kami kirimkan Senin (17/11/2008)," ujar Limbong kepada detikcom.
Adapun terhadap murid yang jadi korbannya, kata Limbong, Diknas akan memberikan arahan dan motivasi agar bisa kembali bersekolah. "Di sekolah kita arahkan juga guru-guru dan teman-temannya agar membuat situasi seperti biasa. Jangan diperbesarkan supaya mereka percaya diri lagi kembali ke sekolah," jelasnya.
Peristiwa itu pun kemudian mengundang reaksi keras dari sejumlah kalangan. Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi meminta Dinas untuk melakukan psikotes terhadap calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang akan menjadi guru. Pria yang akrab disapa Kak Seto ini melihat, selama ini ada yang tidak beres dengan perilaku sejumlah guru.
Asumsi Kak Seto, kasus serupa Erwin telah berulang kali terjadi. Pada Agustus-Oktober 2004, kasus serupa terjadi di Semarang. Di kota pesisir ini, guru SD cabul ini memakan 8 korban.
FR, si guru cabul itu setiap jam istirahat, memaksa muridnya agar mau duduk di pangkuannya. Tak hanya dipangku, siswi kelas VI SD juga dibelai-belai. Saat diperiksa polisi, pelaku berdalih aksinya itu dilakukan karena rasa sayang belaka.
Pada 2005, kasus hampir mirip menggegerkan Payakumbuh Timur. 40 murid jadi korban pencabulan sang guru. Pelakunya, Junaidi, lagi-lagi adalah guru SD. Junaidi, si pedofil itu hobi meraba kemaluan para muridnya. Sang guru saat ini masih meringkuk di penjara.
Tahun 2006, kisah bejat para pedofil ini juga terjadi di Surabaya. Kali ini korbanya sebanyak 11 orang adalah murid laki-laki. Didit, tersangka kasus ini suka mengajak murid-muridnya ke toilet sekolah. Di ruangan itu Didit memaksa agar sang murid memegangi alat vitalnya hingga orgasme.
Di tahun 2008 kasus pencabulan guru terhadap murid yang mencuat ke publik semakin banyak saja. Umumnya dilakukan seorang guru SD. Misalnya yang terjadi di Indrapuri, Kabupaten Kampar, Riau. Di daerah tersebut seorang guru olahraga bernama Selamat dilaporkan polisi karena melakukan pencabulan terhadap tujuh muridnya, April 2008.
Sedangkan di Pangkal Pinang, seorang guru SD berinisial NZ juga dilaporkan telah melakukan pencabulan terhadap tujuh murid perempuannya. Modus yang dilakukan pelaku dengan menyuruh korban ke sebuah ruangan yang berisi alat peraga. Di ruangan tersebut sang guru lalu memangku dan mencium korban sambil menggesek-gesekan kemaluannya.
Di Sumenep, seorang guru agama di SDN Saronggi I, Sumenep bernama Busairi dilaporkan ke polisi akhir Agustus 2008. Pria berusia 51 tahun tersebut dilaporkan kepolisi lantaran telah melakukan pencabulan terhadap delapan muridnya. Pencabulan terhadap 8 murid dengan cara memasukkan jari tangannya ke kemaluan korbannya. Perbuatan mesum tersebut dilakukan di kamar mandi sekolah
saat jam istirahat.
Rangkaian kasus pencabulan yang dilakukan oknum guru terhadap murid-muridnya tentu sangat mengkhawatirkan. Seto Mulyadi berpendapat, pencabulan, dan tindak kriminalitas lainnya terhadap anak didik, harus dipandang sebagai kejahatan serius. Apalagi berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia pada
semester pertama tahun 2008, tindak kekerasan guru terhadap murid trendnya terus meningkat. Dari semua kasus yang dilaporkan yang cukup sering terjadi adalah tindakan pelecehan seksual.
Sejatinya anak-anak Indonesia telah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini jelas menjamin perlindungan terhadap anak dari kekerasan dan diskriminasi. Dinyatakan pula, setiap anak juga berhak hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Tapi kenyataanya, kekerasan dan pencabulan masih terus terjadi. Bahkan ada kecenderungan mengalami pengingkatan. Pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional dituntut segera mengatasi persoalan yang memalukan korps guru yang seharusnya bisa jadi teladan bagi murid-muridnya. Jangan biarkan sekolah menjadi sarang para pedofil!(ddg/iy)
Chiw ati-ati lho kan jek cilik