Dari tulisan ayas di LI.com :
Tiap-tiap daerah mempunyai jumlah APBD sebesar ratusan miliar,bahkan ada yang yang di atas 1 triiun seperti Kutai Kartanegara.Dana APBD diterima dari berbagai sektor,baik dari pusat,propinsi,maupun daerah(kabupaten/kotamadya) itu sendiri.
Sayangnya,banyak sekali kabupaten/kota yang sangat tergantung kepada pusat atau propinsi.Dengan kata lain,kemandirian yang diharapkan terwujud setelah adanya OTDA(Otonomi Daerah) belum terealisasi dengan baik.Otonomi daerah yang berlangsung sekarang ini baru sekedar "penggelontoran dana" dari pusat dalam jumlah besar kepada daerah.Artinya,sentralisasi kebijakan pembangunan berusaha dikurangi.Hal ini sesuai dengan semangat birocrate reformation.
Sementara sumber dana pembangunan dari daerah itu sendiri sangatlah minim kontribusinya,terutama kabupaten/kotamadya di pulau Jawa yang miskin akan sumber daya alam sementara jumlah penduduknya sangatlah banyak.
Sebagai contoh,PAD kota Malang tahun 2007 hanya sebesar 46,67 Miliar.Sedangkan ratusan miliar lainnya berasal dari pusat dalam bentuk DAU(Dana Alokasi Umum),DAK(Dana Alokasi Khusus),Dana Perimbangan,Hibah,dan sebagainya.Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun.Daerah-daerah lain di Jawa juga tak jauh beda kondisinya.
Lantas apa hubunganya dengan sepakbola?
Ini yang jadi persoalan.
Di tahun 2007,pemkot Malang mengucurkan dana sebesar 17 miliar untuk mendanai Persema.Dengan PAD yang hanya 46,47 M,berarti angka tersebut sangat "luar biasa",lebih dari 30% jumlah PAD habis untuk mendanai Persema.Bayangkan kalau misalnya tak ada anggaran sepeserpun dari pusat dan propinsi.Mungkin bagi daerah seperti kabupaten-kabupaten di Kaltim,Riau,atau Sumatera Selatan yang PAD-nya ratusan miliar per tahun,bukan masalah kalau sekedar mengucurkan 10 atau 20 miliar untuk sebuah tim sepakbola.Tetapi,bagi sebuah kota seperti Malang?Padahal PAD 46,47 tergolong salah satu yag terbesar dibandingkan PAD kabupaten/kotamadya lain di Jawa Timur.
Maka tak heran,daerah seperti Minahasa yang PAD-nya kecil menganggarkan dana besar(hampir separoh dari PAD-nya )untuk menghidupi Persmin,sehingga dikritik habis-habisan dan berujung pada mundurnya Persmin dari kancah persepakbolaan nasional.
Maka,sangatlah tepat kebijakan dari pemerintah pusat yang melarang dana APBD untuk sepakbola.Capek-capek mereka setiap tahun menggelontor daerah-daerah yang PAD-nya kecil seperti di Jawa,eh,sesampainya di daerah,sebagian dana tersebut digunakan untuk "berfoya-foya" di liga sepakbola yang konon profesional.
Mari kita renungkan,kawan.