Tiga klub Liga Premier musim ini belum mendapatkan sponsor untuk kostumnya. Bagian dada di kostum West Bromwich Albion kosong melompong. Sedangkan West Ham United hanya menyematkan nomor punggung pemain di bagian depan. Sedangkan Aston Villa meniru langkah Barcelona, yang memasang nama Unicef, dengan memasang nama sebuah rumah sakit anak-anak, Acorns. Sejumlah analis menilai krisis keuangan dunia membuat klub semakin sulit mendapatkan sponsor.
Menurut konsultan pemasaran olahraga, Markt, penghasilan total dari enam liga utama Eropa di tahun lalu adalah 287,8 juta pounds. Jumlah ini meningkat 10,6 persen dibanding tahun sebelumnya dan berlipat dua kali dibanding delapan tahun lalu.
Catatan itu membuat Industri sepakbola disebut sebagai salah satu bidang yang punya resistensi cukup kuat terhadap krisis keuangan dan ekonomi. Namun, di sisi lain, krisis yang tengah terjadi membuat klub kesulitan mendapatkan sponsor dan itu artinya ada ancaman penurunan penghasilan.
"Sudah jelas, penghasilan total seluruh tim Liga Premier akan menurun jika dibandingkan tahun lalu. Indikasinya ada pada tiga klub tanpa penghasilan dari sponsor kostum," tukas Andrew Walsh dari Sport Markt seperti dikutip Financial Times.
Sponsor kostum menyumbang 20-25 persen penghasilan klub. Dan kesulitan menjaring sponsor akan membuat penghasilan menipis selama dua atau tiga tahun ke depan. Andai ada sponsor yang akan masuk, nilai kontrak bisa jadi sangat kecil dan menukik dari biasanya.
"Sponsor sudah mulai pintar memanfaatkan waktu. Mereka mengeluarkan sedikit uang. Ketika merek mereka mulai dikenal luas, mereka segera angkat kaki," lanjut Walsh.
Kebangkrutan Sponsor
Tapi bukan cuma masalah cerdiknya sponsor menyikapi kerjasama sponsorship yang membuat klub kesulitan. Penyokong kostum West Ham musim lalu, XL, mengalami kebangkrutan. Ketika perusahaan jasa liburan itu bubar maka otomatis tak ada lagi paket keuangan yang harus disetor ke klub London itu dan sekaligus menghilang dari bagian depan kostum.
Manchester United pun sempat terancam karena sponsor mereka, AIG, sebuah perusahaan asuransi terkenal dari Amerika Serikat, nyaris bangkrut sebelum mendapat suntikan dana dari otoritas keuangan negeri Paman Sam tersebut. Ahli pemasaran dan keuangan menyebut United bisa terancam kehilangan pendapatan, namun sebagian lain menyatakan optimistis klub milik Keluarga Glazer tersebut masih bisa menarik banyak sponsor karena prestasi dan nama besarnya.
Sementara Charlton Athletic, yang kini bermain di Divisi Satu (Championship) juga sempat kehilangan AllSports yang dilikuidasi pada 2005. Beruntung Llanera masuk menjadi sponsor tak lama setelah itu hingga sekarang.
Durasi Kontrak
Sebagian analis memberi nasehat kepada klub untuk menyikapi ancaman meluasnya putus kontrak di tengah jalan. Klub disarankan menjalin kontrak sponsorship yang lebih singkat. Jika biasanya berdurasi 4-5 tahun, maka kini hanya 2-3 tahun saja. Durasi yang lebih pendek akan jauh lebih baik meski nilai keuangannya lebih kecil.
Klub juga diminta tidak semena-mena menuntut nilai sponsor yang besar meski sponsor juga bakal mendapat keuntungan balik karena siaran televisi dan penjualan kostum replika klub yang juga menyertakan nama sponsor.
Satu-satunya halangan yang agak sulit dilakukan klub adalah menyiasati larangan sponsor tertentu ketika mereka bertandang ke luar negeri. Di Inggris tak ada larangan untuk memasang logo sponsor apapun. Namun berbeda dengan Prancis yang melarang sponsor dari perusahaan minuman beralkohol. Itu sebabnya kostum Liverpool yang memiliki sponsor bir Carlsberg harus berubah polos ketika melawat ke Marseille dalam Liga Champions Eropa. Arsenal suatu ketika juga pernah harus menghilangkan sponsor kostum lama mereka, Sega, ketika bertandang ke Italia. Sega dalam bahasa slank Italia berarti -- maaf -- masturbasi.
Situasi ini membuat klub akan makin sulit menjaring sponsor. Selain ditekan oleh krisis keuangan, klub juga wajib mengetahui apakah sponsornya bisa diterima di tempat lain sehingga menaikkan posisi tawar mereka dalam bernegosiasi nilai kontrak.
Apakah hal tersebut tidak jauh beda dengan di Indonesia? Mengapa begini? Mengapa begitu?