Badan Liga Indonesia (BLI) tutup mata atas tunggakan gaji pemain yang dilakukan beberapa klub.
Mayoritas pembayaran gaji pemain klub Liga Super tersendat. Persija Jakarta, Persib Bandung, Sriwijaya FC, Persita Tangerang, atau Persitara Jakarta Utara menjadi contoh betapa kronisnya kondisi finansial klub sehingga pembayaran gaji pemain tertunda.
Mereka pun akhirnya hanya memberikan janji,tanpa adanya kepastian waktu, saat pemain menagih haknya kepada manajemen. Problem pendanaan klub sebagian besar diakibatkan belum dicairkannya APBD. Persija, misalnya.
Macan Kemayoran– julukan Persija– belum berani memastikan apakah kondisi keuangannya bakal membaik,meski APBD senilai Rp21 miliar dijanjikan cair pada Oktober.Persita pun lebih memilih membekukan APBD senilai Rp10 miliar lantaran payung hukum pencairan yang lemah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI Nugraha Besoes mengungkapkan, BLI seharusnya ikut memikirkan kelancaran hak setiap pemain. Sebab,mereka sudah menjalin kerja sama dengan Federasi Pemain Profesional Dunia (FIFpro) sejak Jumat (12/9), meski belum bisa berjalan lantaran baru MoU serta organisasinya belum ada.
”BLI harus ikut memikirkan solusi pendanaan klub atau masalah tersendatnya gaji pemain. Sejauh ini memang tidak ada reaksi berlebihan dari pemain.Tapi, masalah semakin rumit bila kasus ini sampai ke meja FIFA.
Posisi FIFpro pun nanti bukan sebagai pressure group,tapi hanya membantu.Ya, biar masalah itu diselesaikan secara baik-baik oleh mereka,” sebut Nugraha kemarin. Kang Nug–sapaan Nugraha– menambahkan, PSSI akan turun tangan bila masalah itu sudah memunculkan konflik.
Artinya, kasus keterlambatan pembayaran gaji atau problem pemain lainnya selanjutnya ditangani PSSI. ”Kami siap jadi mediator bagi mereka.Tujuannya agar kasus itu tidak berlarut.Tapi, kalau sebatas keluhan, biar diselesaikan sendiri oleh BLI, klub, pemain, agen, serta FIFpro,”ujarnya.
Manajemen klub saat ini memang masih bisa meyakinkan pemain dengan berbagai argumen.Namun, klub tidak bisa menghindari tekanan mental yang kuat. Manajer Tim Persita Andi Mulyadi pun berharap BLI bisa memberikan alternatif solusi bagi pendanaan klub dengan merevisi beberapa kebijakan.
”Pemain belum digaji sekitar tiga bulan. Sejauh ini mereka memang mengerti. Tapi, lama-lama kami tidak enak hati lantaran belum ada jawaban pasti. Biaya kami bocor untuk home ground.Sebenarnya, kalau tidak ada kebijakan itu, pasti sudah dilunasi semuanya,”katanya.
”BLI seharusnya bisa menjembatani masalah tersebut. Bukan hanya menyangkut pemain, tapi juga lainnya. Ruang lingkup komunikasi mereka lebih luas. BLI juga yang punya hajat.Kami sebenarnya sudah tidak tahan menghadapi tekanan-tekanan tersebut.
Pemerintah juga hendaknya mengerti dengan kesulitan itu,” lanjut Andi, meminta ketegasan BLI yang lepas tangan terhadap berbagai persoalan yang dihadapi klub. Sementara itu, Direktur Kompetisi BLI Joko Driyono mengaku problem tertundanya gaji pemain menjadi kewenangan klub.
BLI juga tidak tahu-menahu klub yang mengalami problem tersebut. ”Kami tidak tahu apaapa. Itu kewenangan klub. Kami tidak tahu klub mana yang menunggak pembayaran gaji pemain. Posisinya serbasulit, apalagi mau Lebaran. Kami tak memiliki solusi. Kami tak ingin mencederai siapa pun,”tandasnya. (Sindo)