kopas teko milis....
APA MASIH ADA CINTA DI SEPAKBOLA KITA?
( Kata Hati Ovan Tobing )
Dua hari saya terdiam selepas terlibat dalam kisruhnya laga Arema x
PKT di Malang, tidak saya ketemukan inti dari perasaan di hati,
kerinduan pada sepakbola kita agar bisa lebih baik belum terjawabkan,
sabtu 13 September di Kanjuruhan, harus terekam lagi dalam memori,
kejadian yang tidak menyenangkan, balbalan kita ruwet, belum lagi
mendapat obatnya, 15 September malam, cintaku pada sepakbola terusik
lagi dengan kekisruhan di Makassar.
Marilah kita melihat semua kejadian dengan "hati" kita masing2, karena
sudah terbukti berkali kali palu vonis hukuman didok, tetapi keruwetan
sepakbola tetap terjadi, bagi saya ini bukan masalah jera atau tidak,
bukan juga tentang jutaan rupiah sebagai denda, tetapi intinya,
sepakbola kita kehilangan "cinta".
Cinta tak memberikan apa apa kecuali dirinya sendiri dan tidak
mengambil apapun kecuali dari dirinya sendiri
Cinta tiada memiliki,
pun tiada ingin dimiliki : karena Cinta telah cukup bagi Cinta (Kahlil
Gibran) Masihkan ada "cinta" pada kekasih yang bernama "sepakbola"?
Kalau "ada", mengapa pelaku2nya tidak jera mencederai kecintaannya?
Apakah itu pemain, pelatih, pengurus, wasit, yang menghidupi
keluarganya dari keringat dilapangan hijau. Pemain bermainlah dengan
mencintai olahraga ini agar muncul keindahan2 dari kemampuan anda,
agar tidak punya pikiran mencederai lawan yang sama mencintai
sepakbola. Pelatih, memberi ilmunya dengan cinta, melatih kemampuan
pemain dengan penuh cinta, sehingga membuat tim bisa memberikan
segala2nya saat 2x45 menit. Pengurus, buatlah pemain nyaman dan merasa
dicintai, bukan hanya saat menang tetapi juga saat kalah, buatlah
pemain mencintai tim nya, kostumnya, sepakbolanya. Wasit, bertindak
dan bersikaplah sebagai pengadil yang memiliki rasa menyayangi pada
partai yang anda pimpin, cintailah partai yang anda kendalikan, jangan
sampai ternodai, jagalah partai itu dengan penuh cinta, agar tidak
terluka oleh kebijakan2 yang menyakitkan. Dan media yang juga
berkepentingan, jadilah bagian luar sepakbola yang ikut menjaga dan
merekatkan nilai sepakbolanya, karena peranannya menjadi begitu perlu
dalam meletakkan bahasa2 media sehingga melengkapi rasa cinta pada
sepakbola, dari mata maupun telinga.
Apa yang telah kucintai laksana seorang anak kini tak henti hentinya
aku mencintai
Dan apa yang kucintai kini
. Akan kucintai sampai
akhir hidupku, karena cinta ialah semua yang dapat kucapai
dan tak
ada yang akan mencabut diriku dari padanya (Kahlil Gibran) Bila
sikap penuh cinta ditebar dari dalam lapangan, oleh pelaku2 sepakbola,
saya yakin akan merebak keluar dan aromanya tercium oleh kita,
penonton sepakbola. Mencintai klub adalah perlu tetapi lebih perlu
lagi mencintai sepakbolanya sendiri, dan bila kita semua yang berkata
mencintai sepakbola, mau benar2 menyayangi sepakbola tanpa aroma
dendam, bahasa amarah, kebencian, maupun curiga maka sepakbola akan
menemukan tempat dihati kita dikehidupan manusia.
Sudah saatnya bagi PSSI/BLI, pengelola klub, pemain, pelatih, wasit,
kawan2 suporter kawan2 media untuk duduk didepan kaca dan bertanya
jujur, sudahkah aku melindungi, menyayangi dan menjaga kecintaaan kita
yang bernama sepakbola ? mungkin nurani kita akan menjawab `belum' dan
kecintaan kita yang bernama sepakbola akan berkata lirih, kalian
selalu menyakiti, memperkosa mencederai aku. Orang bodoh yang sombong
menyalahkan cermin dan bukan langitnya, dan menyalahkan bayangannya
dan bukan bulan yang bercahaya dari ketinggian langit (Kahlil Gibran)