Entah benar atau tidak, tapi tekanan terhadap Arema saat bertanding lawan Persiwa, tak hanya terjadi di lapangan. Namun suasana non-teknis di luar lapangan, ikut berperan. Suasana di Wamena sendiri sekarang belum terlalu kondusif. Hal itu menyusul terjadinya aksi penyerangan ribuan pendukung calon bupati yang tak lolos verifikasi.
Bahkan akibat kejadian tersebut, partai Persiwa versus Persita pada 21 Agustus lalu sempat tertunda. Apalagi ketegangan masih terus terjadi akhir September kemarin. Pemilihan bupati itu sendiri, berlangsung 8 Oktober kemarin.
Nah, Manajer Persiwa, Jhon Richard Banua menjadi salah satu kandidat pemenang pilkada. Jhon Banua adalah calon wakil bupati yang berpasangan dengan Jhon Wempi Wetipo. Bahkan perhitungan sementara menempatkan pasangan itu sebagai pemenang.
‘’Karena itulah, Pak Banua meminta Persiwa harus bisa memenangkan semua pertandingan. Karena itu adalah pertaruhan karier Pak Banua. Jadi, rasanya sulit bagi tim-tim tamu bisa memenangkan pertandingan di Wamena,’’ ujar salah satu karyawan di Wamena, yang berasal dari Malang.
Kondisi di Wamena sendiri, memang lebih mencekam dibandingkan tahun kemarin, saat Arema berlaga di Wamena di Ligina XIII. Malang Post yang untuk keduakalinya datang ke Wamena, bisa merasakan hal itu.
Bahkan selama di Wamena kemarin, pemain disarankan untuk tidak meninggalkan hotel. Mereka hanya boleh keluar jika berlatih ataupun bertanding.
‘’Kalau sampai Arema bisa menang, rasanya sulit bagi Arema untuk bisa pulang dengan selamat. Kalau tidak begitu, pasti akan terjadi sesuatu terhadap wasit, kalau sampai tim tamu menang,’’ masih kata dia. ‘’Jadi wajar kalau wasit pasti condong membantu Persiwa. Terutama sekali, pasti ada penalti jika Persiwa kesulitan menang,’’ tambahnya.
Seperti yang terjadi saat Persiwa menjamu Persib dan PKT Bontang. Dua laga itu diwarnai dengan hadiah penalti, ketika Persiwa sulit mencetak gol. Meski pada akhirnya, Persiwa unggul 3-1 pada dua pertandingan tersebut.
Hal senada disampaikan Aremania di Wamena. Komunitas suporter fanatik Singo Edan yang berdomisili di Wamena ini menegaskan, memang sulit bagi tim tamu, siapapun juga, untuk dapat mencuri poin di Wamena.
Pasalnya, Persiwa terlalu ‘perkasa’ jika bermain di Stadion Pendidikan Wamena. Belum lagi, pendukung Persiwa begitu dikenal sangat mendewakan kemenangan jika bermain di kandang. Hal itu didukung pengadil pertandingan yang kerap kali memberi hadiah penalti kepada tim berjuluk The Highlander ini, jika terlihat kesulitan mencetak gol.
Hadiah itu mudah didapat Piter Rumarophen dkk saat beroperasi di dalam kotak penalti lawan yang diakhiri dengan trik-trik mencari pelanggaran.
Hadiah itu datang disetiap Persiwa kesulitan mencetak gol ke gawang lawannya. Seperti prediksi, Arema juga menjadi korban ’keperkasaan’ Persiwa dan harus menelan kekalahan usai diganjar hukuman penalti setelah Suroso dianggap pelanggaran terhadap Erick Lewis menit 63.
‘’Sejak awal, kami bukannya pesimistis dengan Arema saat main lawan Persiwa disini (Wamena, Red). Tapi disini memang kenyatannya begitu, tim tamu sulit sekali kalahkan Persiwa. Butuh keajaiban Arema bisa menang. Selama ini, Persiwa sering kali dapat hadiah penalti untuk bisa menang,’’ ujar Iwan, Aremania asal Tumpang yang mengaku sudah 20 tahun tinggal di Wamena.
Sore kemarin, ratusan Aremania sengaja tidak menunjukkan identitasnya saat mendukung langsung skuad Arema berlaga di Stadion Pendidikan.
Selain Iwan, masih ada Rusman (Singosari), Mirdat (Dinoyo), Irfan (Dinoyo), AK (Dinoyo), Ekel (Kepanjen), Rizal (Lawang) dan Wahyu (Klojen). Langkah itu dipilih demi mencari aman karena kondisi keamanan di Wamena sedang rawan konflik seiring memasuki masa penghitungan hasil suara pemilihan kepala daerah (pilkada) Wamena, 7 Oktober lalu.
Karenanya, mereka yang juga berpredikat sebagai perantau, sangat berhati-hati dalam bersikap dan takut menyinggung perasaan warga setempat.
Belum lagi, Aremania sendiri dalam masa skorsing PSSI dilarang menggunakan atribut Aremania dan mendukung tim kesayangannya langsung di stadion seluruh Indonesia.
Karenanya, mereka tidak ingin memaksakan diri, meski hanya mengenakan kostum hitam-hitam dan menyertakan bendera merah putih sebagai syal.
‘’Kebanggaan kami terhadap Arema ada dalam hati. Jadi, sekalipun tidak memakai atribut Aremania saat dukung Arema, kami ini adalah Aremania. Saat ini, Wamena lagi rawan konflik. Demi keamanan, pihak kepolisian sarankan kami agar tidak keluar rumah diatas jam 12 malam. Senin kemarin, kami juga tidak dapat izin buat acara penyambutan kedatangan tim Arema seperti tahun lalu,’’ ujar Slamet Riadi, Ketua Paguyuban Arek Malang di Wamena, terpisah. (mpost)