Banjir gol mewarnai jelang berakhirnya putaran pertama Liga Super Indonesia (LSI). Bukti kualitas kasta kompetisi tertinggi di negeri ini sudah lebih baik?
Kejutan terbesar terjadi saat Persipura Jayapura menghancurkan Persija Jakarta dengan skor di luar nalar 6-0 di Stadion Mandala Jayapura, Kamis (9/10). Ambruknya Macan Kemayoran, disusul dengan pesta gol di Stadion Surajaya, Lamongan, saat Persela Lamongan meladeni PKT Bontang. Tanpa ampun, tim Kota Soto itu menghancurkan PKT dengan skor mencolok 5-0.
Inilah kemenangan terbesar Persela sejak ada di Liga Super. Setelah itu kejutan belum berhenti. Sriwijaya FC (SFC) mengamuk saat menjamu Persita Tangerang. Bertempat di Stadion Gelora Sriwijaya (SGS) Jakabaring, SFC membantai Pendekar Cisadane enam gol tanpa balas. Kemenangan ini membuat Laskar Wong Kito, julukan SFC, langsung mengibarkan bendera perang untuk berebut takhta klasemen di akhir putaran pertama.
Dan, kemarin malam, giliran Persija yang kembali berpesta ke gawang PKT dengan skor 5-0. Kemenangan ini mengingatkan sukses mereka saat menggulung PSIS Semarang, juga dengan lima gol tanpa balas. Total ada 12 pertandingan yang diakhiri dengan skor besar.
”Menang besar pernah terjadi di klub mana pun. Kami juga pernah kalah dari Persipura dengan skor besar. Pemain kami bagus dalam bertahan dan menyerang saat menghadapi PKT. Ini menjadi bukti beberapa masalah mulai teratasi,” sebut Danurwindo kemarin.
Pelatih SFC Rahmad Darmawan menyatakan banyaknya skor besar menjadi fenomena tersendiri di Liga Super. Namun, Laskar Wong Kito mengakui kemenangan besar atas Persita juga dipengaruhi kondisi psikologi pemain.
”Kami tidak mengira akan menang sebanyak itu. Produktivitas kami naik menjadi 32 gol. Padahal, musim lalu hanya 23 gol sampai akhir putaran pertama. Fenomena ini tidak serta merta karena kualitas, tapi juga tidak lepas dari off day atau tidaknya klub saat bertanding. Kan menjaga performa tidak mudah dan butuh kejelian pelatih,” ujar RD, sapaan Rahmad.
Sampai laga Persija vs PKT, sudah 67 gol tercipta di Liga Super. Jumlah ini naik 20% dibandingkan musim lalu, saat Divisi Utama menjadi kasta tertinggi kompetisi. Musim lalu sampai putaran pertama berakhir tercatat hanya terjadi delapan kemenangan besar dengan produktivitas 46 gol. Padahal, jumlah klub pesertanya dua kali lipat bila dibandingkan Liga Super.
”Produktivitas gol Liga Super meningkat tajam. Kualitas mereka memang di bawah standar. Ada kesenjangan kualitas yang sangat besar sehingga beberapa kali skor telak muncul. Sekat-sekat pembeda kualitas pun mulai tampak pada klasemen. Klub yang persiapannya serius atau sekadarnya mulai kelihatan. Tapi, kondisi tersebut tidak lepas dari faktor finansial,” papar Pelatih Persipura Jacksen F Tiago.
Soal kegagalan Persija dan Persik, Jacksen berusaha lebih bijak. ”Kualitas Persipura dengan Persija, Persik, atau Arema tidak jauh berbeda. Persija dan Persik datang ke sini dengan stamina yang sudah terkuras. Mereka tampak mati-matian pada bentrok sebelumnya. Liga Super membutuhkan konsentrasi tinggi untuk semua pertandingan. Situasi ini akan berpengaruh terhadap psikologi dan emosi pemain,” tandasnya. [sindo]